Ejawantah Ideologi Muhammadiyah Melalui Budaya Gerakan Ilmu, Solusi Krisis Peradaban

Sejak beberapa dekade terakhir ini manusia dihadapkan pada berbagai kejadian alam semesta (kosmos) dan fenomena sosial, manusia berada dalam suatu krisis global yang serius, yaitu suatu krisis kompleks dan multidimensional hingga menyentuh setiap aspek kehidupan. Mulai dari ekonomi, hubungan sosial, kualitas lingkungan dan teknologi, yang merupakan hasil pengembangan intelektual manusia kemudian menjadi engineering belaka dan tidak mampu menjadi humanities.1 Berdampak pada tereduksinya nilai-nilai kemanusiaan dan tatanan kosmos yang harmonis. Krisis ini merupakan krisis dalam dimensi-dimensi intelektual, moral dan spiritual, suatu krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam catatan sejarah umat manusia. Untuk pertama kalinya manusia dihadapkan pada ancaman teralienasinya manusia dari tatanan kosmos.

Sebagai contoh yaitu krisis pencarian makna kehidupan manusia. Manusia modern mengalami apa yang disebut krisis eksistensi dirinya sebagai manusia. Mereka hidup dalam kehampaan nilai dan makna yang kemudian diperparah oleh suasana kehidupan sosial yang pragmatis. Masalah keterasingan (alienasi) telah mendapat perhatian dari para pemikir agama dan filsafat sebelum menjadi bahan-bahan kajian ilmu-ilmu sosial dan psikologi. Keterasaingan –perasaan tidak berdaya, tidak bermakna, terpencil- dalam pengertian ilmu sosial barangkali dimulai oleh Karl Marx yang menganggap bahwa sumber dari keterasingan itu terletak dalam cara berproduksi masyarakat.2 Kanibalisme kehidupan manusia yang dipertontonkan di televisi telah memperlihatkan bagaimana manusia sudah kehilangan makna dan harkatnya yang fitrah. Dari studi perubahan masyarakat yang telah maju kita peroleh kesan umum bahwa disamping optimisme-karena berkat ilmu dan teknologi- para pengamat juga prihatin melihat kecenderungan baru itu manakala kehidupan yang bertataran moral terabaikan.3 Potret buram tersebut mencerminkan adanya proses dehumanisasi. Oleh sebab ini pencerahan atau pembebasan memang tidak dapat ditunda. Sebab krisis kemanusiaan global jika tidak dikembalikan kepada kodrat dan fitrahnya akan melahirkan manusia robot tanpa nurani dan kepekaan sosial. 

Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin telah mampu menunjukkan kiprahnya, antara lain pertama Islam adalah suatu struktur, kedua strukturalisme transendental sebagai metode sesuai dengan keperluan islam masa kini dan disini. Ketiga islam mempunyai kemampuan untuk mengubah dirinya sendiri (transformasi diri) tanpa kehilangan keutuhannya. Keempat tugas umat islam sekarang ini adalah menyadari perubahan di lingkungannya untuk menyesuaikan muamalahnya. Kelima gambaran tentang islam yang kaku, anti-perubahan, dan kuno ternyata tidak benar. Keenam kajian masalah-masalah kontemporer dalam bidang sosial, kemanusiaan filsafat, seni, dan tasawuf dari sudut pandang islamkan dapat menghilangkan kesan tentang islam yang garang, melihat segala persoalan secara legalistik (halal-haram) dan egosentris.4

Oleh karena itu Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan dan pencerahan dalam  Islam, telah melakukan gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar sebagai implementasi dari strukturalisme transendental.5 Kemudian tampil dalam pentas global dalam uapaya menanggulangi krisis multidimensional di atas. Amar makruf memiliki arti perintah kebaikan, sedangkan nahi munkar adalah mencengah kemungkaran.  Kemungkaran di sini dalam arti luas adalah segala kerusakan yang terjadi dalam dataran moral, spiritual, lingkungan dan pandangan hidup. Oleh karena itu Muhammadiyah memberikan tawaran yaitu perlunya sebuah gerakan ilmu dan gagasan tentang peradaban. 

Dalam upaya Muhammadiyah mengatasi krisis multidimensional dengan tawaran di atas maka hal ini akan bisa terwujud dengan memanfaatkan anak muda terdidik, dalam hal ini Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) memiliki peran untuk mengupayakan tujuan tersebut. Melalui budaya gerakan ilmu, IMM mencoba membuat mainstream baru yaitu menggali potensi-potensi kader dan mengkolaborasikan untuk menjawab persoalan-persoalan lokal yang berskala global.

1 Lihat Noeng Muhadjir, filsafat ilmu: kualitatif dan kuantitatif untuk pengembangan ilmu dan penelitian, Jogjakarta: Rake Sarasin, 2006, 16.
2 Lihat Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat, Jogjakarta: Tiara Wacana, 2006, 109.
3 Ibid..........pengantar.
4 Lihat Kuntowijoyo, islam sebagai ilmu: epistemologi, metodologi dan etika, Jogjakarta: Tiara Wacana, 2006, 47.
5 Ibid.......39. 

Artikel ini merupakan dasar pemikiran untuk DAM Sleman, 02 - 07 februari 2010.

Posting Komentar

3 Komentar

  1. numpang mereview n ngebaca yaw


    berkunjung dan ditunggu kunjungan baliknya makasih :D

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus

Silakan berkomentar, komentar yang tidak sesuai dengan postingan akan di hapus.