New Year's History
Berharap tetap bermanfaat walaupun sedikit telat
Setelah beberapa hari yang lalu
umat Islam disibukkan dengan polemik ucapan selamat Natal, kini kaum muslimin
dihadapkan dengan masalah yang serupa, yaitu perayaan tahun baru 2019. Ya,
Natal memang datang sepaket dengan tahun baru dimana keduanya bukanlah hari
raya umat Islam.
Untuk masalah ucapan
Natal sudah dibahas dalam artikel lain mengutip dari perkataan dari Dr
Zakir Naik. Lantas, bagaimana sikap kita dengan datangnya tahun baru 2019?
Dalam pengambilan sikap kita sebagai umat Islam, kita perlu menelisik lebih
jauh sejarah perayaan tahun baru ini. Apakah pernah ada contoh dari para
salafush sholih atau itu hanyalah budaya dari luar Islam yang semestinya kita
tidak ambil bagian di dalamnya.
Sejarah Perayaan Tahun Baru
Dalam sebuah artikel di www.history.com yang
berjudul “5 Ancient New Years Celebrations”disebutkan lima peradaban kuno
yang sejak dulu telah merayakan tahun baru. Lima peradaban itu adalah
Babilonia, Romawi, Mesir, China dan Persia. Dari kelima peradaban yang
disebutkan tidak ada peradaban yang bernafaskan Islam di dalamnya. Semuanya
adalah peradaban di luar Islam.
1. Babilonia
Salah satu peradaban tertua yang
tercatat merayakan tahun baru adalah peradaban Babilonia sekitar 2000 SM.
Perayaan itu diselenggarakan pada akhir Maret selepas ekuinoks
vernal (titik musim semi matahari menandai dimulainya musim semi
astronomis). Sekaligus untuk menghormati kelahiran dunia baru dengan festival
keagamaan yang dikenal dengan nama Akitu. Ritual itu di selenggarakan
selama 11 hari. Selain untuk perayaan tahun baru, Akitu juga
digunakan untuk perayaan mitos kemenangan dewa langit Babilon Mardukatas
Dewi Laut jahat Tiamat.
2. Romawi
Cikal bakal tahun baru yang
diselenggarakan pada 1 Januari bersumber pada perayaan pada peradaban Romawi.
Awalnya, saat itu kalender Roma terdiri dari 10 bulan atau 304 hari dimana
setiap awal tahun tahu baru jatuh saat ekuinoks vernal. Penanggalan ini
diciptakan oleh Romulus, pendiri Roma.
Selang berabad-abad lamanya,
ternyata kalender Roma mulai tidak sesuai dengan sinkronisasi matahari.
Akhirnya,pada tahun 46 SM Julius Caisar memutuskan untuk memecahkan
masalah ini dengan para astronom dan matematikawan. Dia memperkenalkan kalender
Julian yang menyerupai kelender Gregorian yang digunakan sebagian besar hari
ini di seluruh dunia.
Reformasi lain yang dibawa Julius
adalah menetapkan 1 Januari sebagai hari pertama di setiap tahunnya. Hal ini
dimaksudkan sebagai penghormatan kepada dewa Janus, dewa berwajah dua yang
melambangkan bisa melihat kembali masa lalu dan masa depan. Perayaan tahun baru
itu dimeriahkan dengan pemberian persembahan kepada Janus, saling bertukar
hadiah dan menghiasi rumah mereka serta mengadakan pesta pora. Budaya ini
ternyata masih ada hingga saat ini saat perayaan tahun baru pada 1 Januari.
3. Mesir
Budaya Mesir Kuno sangat
berkaitan erat dengan sungai Nil. Tahun baru mereka didasarkan pada banjir
tahunan yang terjadi. Menurut penulis Roman Censorinus, tahun baru
Mesir diduga ketika Sirius pertama (bintang tercerah di malam hari) muncul
setelah absen 70 hari. Fenomena ini terjadi pada pertengahan Juli sebelum
banjir tahunan sungai Nil. Perayaan dilakukan dengan sebuah festival yang
dikenal dengan nama “Wepet Renpet” yang berarti pembukaan tahun.
Perayaan ini juga dijadikan ajang
untuk bermabuk-mabukan. Pesta besar-besaran ini dikaitkan dengan
mitos Sekhmet dimana Dewi Perang yang merencanakan membunuh semua
umat manusia hingga dewa Ra menipunya dengan minum-minuman keras
sampai tidak sadarkan diri. Orang-orang Mesir kuno saat itu selain dengan
mabuk-mabukan juga merayakannya dengan alunan musik, seks dan pesta pora.
4. Cina
Tahun baru Cina diyakini mulai
dikenal sejak 3000 tahun silam sejak dinasti Shang. Awalnya perayaaan dilakukan
pada permulaan musim semi atau musim tanam. Namun, lama kelamaan mulai terkontaminasi
dengan mitos dan legenda. Menurut satu cerita yang paling populer saat itu ada
makhluk haus darah bernama “Nian” yang berburu setiap tahunnya. Untuk
menakut-nakuti makhluk itu maka para penduduk menghiasi rumah dengan hiasan
bernuansa merah, pembakaran bambu dan membuat suara yang keras. Akhirnya, hal
itu berintegrasi pada perayaan tahun baru Cina hingga saat ini.
5. Persia
Perayaan ini masih dirayakan di
Iran,beberapa wilayah Timur Tengah dan Asia. Sering disebut dengan nama Nowruz
atau tahun baru Persia. Perayaan ini dilakukan selama 13 hari pada musim semi
atau ketika ekuinoks vernal pada bulan Maret. Diyakini budaya ini sebagai
bagian dari agama Zoroaster. Catatan resmi Nowruz belum muncul sampai abad
ke-2, namun para sejarawan percaya bahwa perayann ini mulanya terjadi sekitar
abad 6 SM pada saat pemerintahan kekaisaran Akhemeniyah.
Peringatan kuno ini terfokus pada
kembalinya musim semi.Perayaan yang dilakukan adalah dengan bertukar hadiah,
pencahayaan api unggun, mewarnai telur dan percikan air yang melambangkan
penciptaan.
Dari lima peradaban yang
merayakan tahun baru di atas ternyata perayaan tahun baru 1 Januari menginduk
pada budaya Romawi kuno. Dimana budaya itu diciptakan oleh Julius Caisar untuk
mengagungkan dewa bermuka dua, Janus. Hal ini juga ditulis dalam The World
Book Encyclopedia Vol.14 hal.237 yang berbunyi:
The Roman ruler Julius Caesar established January 1 as New Year’s day
in 46 BC. The Romans dedicated this day to Janus, the god of gates, doors and
beginning.The month of January was named after Janus, who had two faces-one
looking forward and other looking backward.”
Penguasa Romawi, Julius Caesar menetapkan
tanggal 1 Januari sebagai hari tahun baru di 46 SM. Orang Roma mendedikasikan
hari ini untuk Janus, dewa segala gerbang, pintu dan permulaan waktu. Bulan
Januari diambil dari nama Janus sendiri, yaitu dewa yang memiliki dua wajah,
Satu wajah menghadap ke (masa) depan dan satu wajah lagi menghadap ke (masa)
lalu”.
Secara umum kita mendapati bahwa
peringatan tahun baru dilakukan oleh peradaban-peradaban kafir/ nonmuslim yang
tidak bersesuaian dengan Islam. Mereka menjadikan tahun baru sebagai ajang untuk
penghormatan kepada dewa tertentu atau wujud “terima kasih” mereka kepada alam.
Mereka menjadikan tahun baru sebagai ajang pesta dan pemujaan yang mereka
menganggapnya sebagai sebuah hari raya. Sebagai umat Islam kita sudah memiliki
hari raya tersendiri yang disebutkan dalam hadits berikut ini.
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata,
قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ وَلأَهْلِ الْمَدِينَةِ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا
فَقَالَ « قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ وَلَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَإِنَّ اللَّهَ
قَدْ أَبْدَلَكُمْ يَوْمَيْنِ خَيْراً مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النَّحْرِ
“Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk
bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata, “Aku
datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang
kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang
lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya Idul Fithri dan Idul Adha (hari
Nahr)” (HR. An Nasai no. 1556 dan Ahmad 3: 178, sanadnya shahih sesuai
syarat Bukhari-Muslim sebagaimana kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth).
Berdasarkan hadits ini maka
segala bentuk hari raya selain hari raya Idul Fitri dan Idul Adha maka tidak
dianggap oleh syariat Islam, walaupun hari raya itu sebuah tradisi sebagaimana
yang terjadi pada penduduk Madinah pasca kedatangan Nabi Muhammad saw di
Madinah.
Dari sisi sejarah kita bisa
mengetahui bahwa perayaan tahun baru adalah hari raya yang diperingati oleh
peradaban-peradaban kafir. Sementara dari sisi kekinian kita bisa melihat
perayaan tahun baru tak ubahnya menjadi ajang bercampur berbagai macam maksiat.
Mulai dari khomer, zina dan hura-hura yang semuanya terlarang di dalam
Islam. Wallahu a’lam bisshowab.
Dikutip dari Dhani El Ashim dalam laman Kiblat.net dan beberapa sumber lainnya
BIDANG RPK HIKMAH IMM UNS
Narahubung IMM UNS
IG : @imm.uns
twitter : @imm_uns
Facebook : simpulmudauns
0 Komentar
Silakan berkomentar, komentar yang tidak sesuai dengan postingan akan di hapus.