Mewasdapai NII di Kampus


Artikel ini dimuat di rubrik OPINI, harian joglosemar Jum'at 29 April 2011.
     Di tengah huru-hara aksi teror yang masih marak dan meresahkan, aroma gerakan Negara Islam Indonesia (NII) kembali mencuat ke permukaan. Dan kali ini, kampus kembali menjadi lahan permainan empuk para aktornya. Setelah sempat dikejutkan atas pemberitaan salah satu berita Joglosemar edisi 24 April 2011 tentang tertangkapnya dua mahasiswa sebuah kampus di Yogyakarta yang berperan sebagai aktor NII, lagi- lagi kita kembali harus dibuat geram. Rabu, 27 April 2011, seorang mahasiswa perekrut gerakan NII yang berasal dari kampus perguruan tinggi negeri (PTN) terkemuka di Kota Bengawan berhasil ditangkap di salah satu kota di Jawa Timur. Runtutan tertangkapnya satu demi satu para perekrut NII itu, seakan-akan mengatakan pada kita, bahwa rantai gerakan ini seolah masih sangat panjang. Satu persatu para aktor yang terciduk mungkin hanya sekian dari para aktor yang menyembul ke permukaan.
Menilik rentetan jatuhnya mahasiswa korban perekrutan gerakan NII, seperti yang gencar diberitakan media pekan lalu, yakni mahasiswa empat kampus di Yogyakarta serta sembilan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dari Fakultas Teknik jurusan Informatika dan Fakultas Ilmu Kesehatan yang juga menjadi korban penipuan berkedok agama dengan modus gerakan ini. Jika ditinjau kembali akan sedikit membenturkan pikir kita dan akhirnya menimbulkan seraut tanya. Mengingat bahwa pada 2002, Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) telah terang-terangan membuat fatwa sesat tentang ajaran NII ini. Setahun setelah itu, pada 2003 Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mengeluarkan penelitian yang menghasilkan hal yang sama dengan FUUI. Tahun 2004 Litbang Depag juga memperuncing penelitian MUI. Hasilnya, NII sesat dan menyesatkan. Lalu apa gerangan yang membuat para mahasiswa yang dikenal sebagai kaum intelektual dan kritis justru menjadi sasaran empuk gerakan NII? Apa gerangan yang membuat sebagian mereka  hingga dibuat tak berdaya bertekuk lutut oleh sang perekrut yang ternyata sebagian juga sama-sama berstatus mahasiswa?

      Seperti layaknya Lian Febriani, Pegawai Kementerian Perhubungan yang hilang beberapa pekan lalu dan menjadi kunci terbukanya kembali gerakan NII, para mahasiswa tersebut diduga juga menjadi  korban brainwash (cuci otak) doktrin gerakan NII. Berdasarkan  penuturan para mantan korban NII, awal mulanya mereka diajak berdiskusi dalam senggang waktu yang cukup lama untuk membenturkan ayat-ayat agama dengan rasio atau akal manusia. Tidak berhenti di situ, mereka juga digiring agar pada akhirnya bersedia menganggukkan kepala untuk tidak mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui pemutarbalikan fakta RI secara membabi-buta. Selanjutnya setelah beberapa kali pertemuan, korban diminta berbaiat menjadi anggota resmi NII di Jakarta. Di sinilah doktrinasi itu semakin gencar dilakukan. Proses cuci otak yang diakui sebagian mantan korban benar-benar serasa mengosongkan isi kepala. Bahkan, mereka yang telah terasuki pikiran ini, akan mengorbankan harta benda dan apapun jua demi memenuhi kepentingan gerakan. Adapun mereka yang telah terlanjur tercatat sebagai anggota gerakan ini, akan susah keluar. Adanya bentuk ancaman kepada anggota yang ingin keluar dari NII membuat para korban tersebut seakan terikat dalam rantai yang tiada putus putusnya.

NII KW9
Secara kasatmata, di ranah kampus gerakan ini memang tak begitu terlihat bekerja. Namun yang perlu ditengarai adalah jaringan pengkaderan gerakan ini sangat rapi.  Bahkan sebagian mereka yang direkrut tak sadar menjadi korban. Pelakunya pun tak terlihat mencurigakan. Dengan lihainya para pelaku melakukan doktrinasi mengatasnamakan agama sebagai gerbang utama mencekoki pikiran korban. Tak jarang, para korban hanya dalam sekali pertemuan dibuat mati kutu tak berdaya.

      Berdasarkan lansiran data yang penulis temukan, ternyata gerakan NII yang kini bertransformasi menjadi NII KW9 ini kian hari semakin mengepakkan sayapnya dalam mencari kader di dalam ranah kampus. Pencarian data calon korban makin gencar mereka lakukan. Salah satunya adalah dengan menggunakan model SMS berantai seperti contoh berikut:
“tlg di frwrd, dicari gol darah AB Rh- u/ mbantu Dian Ekonomi 06 UNPAD, kanker otak stadium 4. jika ada tlg hub Ketut Contact person 081804167497. fwd please..kritis. .tlg frwrd ke semua”
SMS di atas mungkin sering dijumpai mampir ke inbox HP sebagian mahasiswa. Hasil investigasi yang dimuat dalam sebuah situs yang bertautan ke NII Crisis Center-sebuah lembaga yang peduli pada penanggulangan korban NII, menyebutkan bahwa hal tersebut adalah salah satu cara yang disinyalir dimanfaatkan gerakan NII untuk merekrut kadernya. Contact person di pesan singkat di atas setelah ditelusur ternyata adalah kader NII KW9 yang bertugas untuk mendapatkan database nomor kontak para calon korbannya. Penyebaran kuesioner juga menjadi salah satu cara yang marak dilakukan di kampus-kampus target NII. Mereka meminta biodata peserta kuesioner yang kemudian menjadi sumber data utama perekrutan. Para peserta kuesioner akan dihubungi untuk diikutsertakan dalam survei lanjutan yang akan berkembang menjadi perekrutan gerakan. Selain itu, media tak luput dari incaran. Akun Facebook, Twitter dan berbagai media online lainnya kerap kali dimanfaatkan untuk perluasan area sasaran dan menjaring korban.
     
     Sungguh miris sebenarnya, mendengar fakta banyaknya korban yang terjaring dalam gerakan sesat ini. Apalagi, di kampus yang notabenenya adalah pusat pendidikan, tempat di mana kata intelektualitas digaungkan begitu kentara. Begitu pun dengan mahasiswa. Pemahaman atas predikat “maha” yang bertengger di kata depan sebelum “siswa” tentu membuat stigma mahasiswa sebagai kaum intelektual, tak lagi menjadi diksi asing di telinga. Maka di awal kemunculan desus perekrutan gerakan ini di kampus, publik sempat dibuat terbelalak. Meski pada akhirnya hal ini juga yang menggugah mulai tumbuhnya kesadaran publik, bahwa ternyata di manapun gerakan ini bercokol ada,  langkah geraknya senantiasa harus diwaspadai. Telah jatuhnya puluhan korban mahasiswa mungkin memang membuat seraut keresahan dan kegelisahan. Namun hendaknya hal ini dijadikan sebagai satu titik yang patut dijadikan wanti-wanti bersama. Kesadaran untuk saling mengingatkan dan menjaga menjadi salah satu kuncinya. Dan itu menjadi tanggung jawab kita bersama.

ditulis Azfa Lintang Syahida * nama pena

Posting Komentar

0 Komentar