Baru-baru ini di platform
media sosial X atau yang lebih dikenal dengan twitter muncul trending topic
muhammadiyah. Salah satu hal yang lagi hangat diperbincangkan adalah isu
muhammadiyah adalah salafi. Istilah salafi yang dimaksud adalah salafi
kontemporee (salafiyyah mu’ashirah)
bukan salafiyyah syafi’iyyah yang
identic dengan sodara sebelah (NU). Prof. Yunahar Ilyas pernah berkata dalam
dalah satu ceramahnya bahwa muhammadiyah sebagai gerakan salafi. Namun, yang
dimaksud adalah bukan salafi kontemporer tetapi lebih tepatnya adalah model
salafi Muhammad Rasyid Ridla. Sebelum masuk lebih jauh, lebih baiknya kita tahu
terlebih dahulu apa itu salafi.
Salafi berasal dari kata salaf. Pengertian kata salaf dapat dibedakan ke dalam tiga
maksud. Pertama, kata salaf secara
etimologi (bahasa), berasal dari kalimat salafa, yaslufu, salafan yang artinya
adalah telah lalu, sebagaimana terdapat dalam sebuah peribahasa al-Qaum
al-Sullâf yang artinya kaum yang terdahulu, dan dalam frase lain salafu
al-rajuli yang artinya adalah bapak-bapak mereka yang telah terdahulu. Dari
definisi ini dapat dikatakan bahwa secara bahasa kata salaf mempunyai makna
orang-orang yang telah terdahulu baik secara ilmu, iman, keutamaan dan juga
kebaikan, hal ini sesuai dengan apa yang telah dikatakan oleh Abu Manzhur Ra.
bahwa, kata salaf adalah arti dari orang-orang yang telah mendahului baik dari
bapak ataupun keluarga yang lebih tua, baik secara umum maupun secara ilmu
pengetahuan. Kedua, kata salaf diartikan
secara terminologi (istilah) adalah sifat yang ditujukan kepada para Sahabat
Rasulullah Saw. Ketika ada muncul perkataan salaf maka yang dimaksud adalah
para Sahabat, namun tidak baku hanya pada konteks Sahabat saja, kata salaf
digunakan juga untuk orang-orang yang mengikuti ajaran Rasulullah Saw. Ketiga, pengertian salaf merujuk pada
zaman, kata salaf ditunjukan kepada sebaik-baik kurun atau masa dalam catatan
sejara Islam, masa tersebut adalah tiga masa yang telah diakui dalam sabda
Rasulullah Saw.: “Sebaik-baik manusia adalah pada masaku (masa para sahabat)
kemudian yang sesudahnya (tâbi’în) kemudian masa sesudahnya lagi (tâbi’
al-tâbi’în).” (HR. Bukhari Muslim).
Dalam penjelasan makna Salafi diatas
terdapat tiga fase yang mencoba untuk menerapkan kembali makna salaf tersebut
menjadi sebuah paham sebagai petunjuk jalan agama di saat meredupnya pemikiran
di dunia Islam. Fase ini disebut dengan fase reformasi yang dikaitkan kepada
Imam Ahmad ibn Hanbal kemudian kepada Syekh al-Islâm Ahmad ibn Taimiyah, dua
tokoh ini dianggap sebagai pendiri gerakan Salafiyah. Di sisi lain gerakan
Salafi juga dikaitkan dengan gerakan Wahabi yang didirikan oleh Muhammad ibn
Abdul Wahhab al-Musyrifi al-Najadi. Sejarah paham Salafi pertama kali masuk
ke-Indonesia sekitar tahun 1798 hingga tahun 1803 yang dimulai dari tiga orang
yang berasal dari Minangkabau pergi ke Tanah Suci Makkah dan Madinah untuk
melaksanakan ibadah haji, yang pada tahun tersebut Kota Makkah sedang mengalami
revolusi pemikiran dan juga perpolitikan yang dipelopori oleh Wahabi.
Gerakan salafi sering dianggap sama dengan
Muhammadiyah karena secara genealogi
pemikiran merujuk pada Ahmad Ibn Hanbal (780-855 M), Ibn Taimiyah (1268-1328
M), dan Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1792 M) yang mana memiliki kemiripan
dengan Muhammadiyah. Dikutip dari laman Muhammadiyah.or.id. ketua PP
muhammadiyah Agung Danarto menyebutkan ada beberapa perbedaan antara
muhammadiyah dengan salafi, antara lain:a. Muhammadiyah dan Salafi sama-sama memiliki
slogan kembali pada Al-Quran dan Al Sunah, namun metode pembacaannya berbeda.
Menurut Agung, Muhammadiyah memahami dengan menggunakan akal pikiran yang
sesuai dengan jiwa ajaran Islam. Salafi memahaminya secara literal.
b. Muhammadiyah menerima kemodernan dan melakukan
modernisasi. Salafi menolak modernisasi, tapi menerima produk teknologi.
c. Pada persoalan budaya lokal, Muhammadiyah
menerima budaya lokal dan melakukan islamisasi terhadap budaya lokal yang tidak
sesuai. Sementara Salafi menolak budaya lokal dan mengacu pada budaya Arab yang
tergambar dalam hadis.
d. Muhammadiyah melakukan amar ma’ruf secara
individual dan kelembagaan, sedangkan Salafi melakukan dengan tahzir dan hajr al-mubtadi’. Tahzir adalah memperingatkan. hajr al-mubtadi’ adalah mengisolasi /
menyingkirkan pelaku bid’ah.
e. Muhammadiyah mendirikan NKRI dan
memperjuangkannya agar menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun
ghafur, sedangkan dalam salafi terdapat perbedaan pandangan. Salafi
Yamani patuh pada pemerintah NKRI tapi pasif dan pada Salafi Haraki juga Jihadi
ingin mengganti dengan pemerintahan/negara Islam.
f. Muhammadiyah berpandangan bahwa akal adalah
perangkat yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia untuk bisa survive. Salafi mengabaikan peran
akal dalam menafsirkan teks keagamaan. Bagi mereka, kebenaran itu tunggal dan
hanya terletak dalam wahyu.
g. Menurut Muhammadiyah, perempuan memiliki peran
domestik dan publik. Perempuan boleh menjadi pejabat publik dan boleh bepergian
tanpa mahram bila keadaan aman dan terjaga dari fitnah, sedangkan menurut
salafi peran perempuan hanya domestic.
h. bagi Muhammadiyah, pakaian yang penting menutup
aurat. Boleh memakai pakaian tradisional, lokal, ataupun Barat, sedangkan
salafi biasanya memiliki ciri-ciri berpakaian alabiya (pakaian
panjang), isbal (celana
cingkrang), lihya (jenggot), dan niqab (cadar).
i. bermusik, bernyanyi, main drama, teater menurut
Muhammadiyah bisa menjadi media dakwah. Bagi salafi, seni jenis itu adalah
bid’ah dan haram. Sampai nonton TV, mendengarkan radio dan hiburan dilarang
Nah itu kawan-kawan beberapa perbedaan
antara Muhammadiyah dan salafi. Kesimpulannya adalah ada beberapa hal yang
menjadi titik temu khususnya dalam hal ulama dan kitab yang dijadikan referensi
dan banyak perbedaan seperti yang sudah dijelaskan diatas.TERIMA KASIH
PENULIS:
Muhammad Nur Kholis M.
0 Komentar
Silakan berkomentar, komentar yang tidak sesuai dengan postingan akan di hapus.